AULA DANSA
Pada saat aku menghadiri pesta itu, Cerita demi cerita menghampiriku umtuk mengajakku berdansa. Entah kegembiraan maupun kepiluaan semuanya bergantian menyapaku dalam pesta dansa ini. Aku merasa seperti tokoh utama yang di nanti nanti. Sayangnya saat aku merasa sedih dan gulana, tulang tulang ini rasanya sulit sekali berkerja sama. Padahal rasanya sesekali aku ingin sekedar bersantai di pojok ruangan, menikmati kudapan-kudapan juga sesekali menjadi penikmat acara. Sayangnya kesendirian justru membuatku bingung. Apakah ia benar benar yang aku ingin kan di dalam pesta ini?. ataukah jiwa ini hanya butuh istirahat sesekali.
Pertanyan itu membuatku mempertanyakan eksistensi diriku. Apakah memang pesta ini bukan untukku, tapi jika ia , mengapa aku memiliki undangan dan kereta kencananya. Alih-alih aku termenung sendiri dan menyesali kehadiranku disini, music music itu justru merengkuhku dengan melodinya. Ruangan yang telah di siapkan dengan penuh suka cita justru membuatku sesekali merasa bersalah. Tapi… aku pun tak mau begini, hatiku terlalu merasa asing dengan kondisi saat ini.
Ahrinya aku memutuskan untuk menyandarkan punggung pada tiang penyanggah, ia mulai bericara padaku. Menyuruhku untuk tenang dan menarik nafas sejenak. Ia pun membuka kan mataku bahwa meja meja kudapan sengaja disajikan di sudut ruang agar aku tak perlu tergesa dalam menikmati pesta. Aku merasa tenang karenanya. Ia pun berkata bahwa tak perlu mempertanyakan tentang kelayakkanku untuk berada pada pesta ini. seketika rasa cemasku sirna begitu saja. setelah bersantai sejenak, aku memutuskan kembali pada pesta dansa itu.
Tentu Bahagia segera menghampiriku, ia bertanya mengapa aku terlihat kalut di pesta ini. padahal ia telah menungguku untuk bergabung dan mengalun bersamaan dengan music yang di sajikan. Aku hanya menjawab bahwa sepertinya aku kelelahan, namun aku kembali menimpali bahwa aku sudah baik baik saja. selama irama music ini, ia berceloteh tentang banyak hal dan membawaku perlahan menikmati euforia pesta. Sesekali ia juga melontarkan lelucon-lelucon yang membuatku tersenyum bahkan hingga tertawa. sayangnya dansa kami harus berakhir dengan bergantinya irama music.
Kali ini kepiluan yang menjadi teman berdansaku. Aku sedikit takut dan kikuk di hadapanya. Namun ia hanya menyambutku dengan kedua tangan dan senyum yang (menenangkan?). ia tak banyak bicara hanya sesekali mengusap punggungku. Entah mengapa hatiku sedikit lunak dibuatnya. Aku merasa ia menghipnotisku. Ya, aku yakin itu. Aku yakin ia sedang membuatku terapung dalam zona delusi. Aku ingin segera pergi dari sini (sekali lagi). Tapi ragaku dibuat tak berdaya olehnya. Tanganku enggan sekali melepaskan genggaman nya.
Sialan… pemusik itu sepertinya juga membaca Bahasa tubuhku. Lagu yang ia bawakan semakin membawa suasana yang menyesakkaan. Setitik titik mulai turun air mataku. Menyambut pelukan hangat dari kepiluan. Ia sepertinya tau apa yang benar benar aku rasakan. Aku menumpahkan semua dalam pundaknya aku menemukan kelemahan ku di dalamnya tapi entah mengap hatiku sedikit lebih ringan. Selagi kepiluan melepaskan rengkuhannya, music juga mulai memperlambat dan menghilang. Menandakan bahwa sesi berdansa telah berakhir. Semua pun undur diri, begitu juga aku. Mengemasi bawaanku menuju keretaku yang akan membawaku pulang, untuk mempersiapkan pesta selanjutnya.